1. Artikel Asli
Indeed Bali has
inexhaustible traditions and cultures. As carried out by Tuban customary
village, Kuta, they perform a ritual handed down from ancestors through
generations known as siat geni or fire war. This tradition is undertaken by two
groups of customary youth club from two hamlets namely the Tuban Geria and
Pesalakan in Tuban. They attack each other by using embers of coconut fiber.
This magical action is performed as part of the grandiose ceremony at local
Dalem Temple.
Implementation of
this fire war tradition involves hundreds of youths in mutual attack action by
throwing embers. It is held once a year and poses an obligatory ritual in a
grandiose ceremony. Before the ritual begins, the fire war is first commenced
with presentation of offerings in the form of food or small-scale offerings, by
circumnavigating points of the compass. It is dedicated to bhuta kala coming
from different directions that will attend the ritual.
Fire war ritual
generally starts in the evening, where the youth club members from two hamlets
has been assembled, namely the Tuban Geria and Pesalakan. Anyone can get
involved in the devotional service or ngayah. However, it is not permitted to
have revenge in this fire war. Abstinence in the fire war is that people are
not allowed to take firewood from cemetery area.
A fire war is
performed by throwing fire of coconut fibers. In this game, boys will mingle
and the players throw each other or attack each other. Fire war is a sacred
game or ritual. Community leaders are still closely supervising this ritual
game. This game in particular does not have any standard rules. Sometimes the
youths are playing in their own way namely by banging coconut fibers to the
ones carried by other players so that sparks a fire like fireworks. This ritual
symbolizes the psychical realm or thing of beyond human logic namely the bhuta
kala that releases its power in the form of Ludra’s fire to be presented as
devotion to Bhatara Dalem.
Besides, it also
symbolizes supernatural forces believed to balance the environment, so that the
great strength can be channeled into a positive force that is beneficial to
natural balance of the physical and psychical realm.
Having performed the
ritual in the fire war, all the players are given penglukatan
(self-purification) and not allowed to keep any revenge. After the game
finishes, all the participants getting involved in the games are saying prayers
together to deities abiding at Dalem Temple for safety. Logically, this game
can be considered to provide entertainment and a sense of integrity for
supporting devotees or pengempon. Vivacity and brotherhood of both hamlets are
getting stronger. This procession poses a system of belief that gives us an
understanding to jointly maintain the balance of physical and psychical realms.
Source : http://bali-travelnews.com/2017/02/24/fire-war-tradition-of-tuban-symbolizes-magical-power/
2. Hasil Terjemahan Menggunakan Google Translate
Tradisi Perang Api Tuban
Melambangkan Kekuatan Ajaib
Memang Bali memiliki tradisi dan budaya yang tak ada habisnya. Seperti yang
dilakukan oleh desa adat Tuban, Kuta, mereka melakukan ritual yang diturunkan
dari nenek moyang dari generasi ke generasi yang dikenal dengan siat geni atau
perang api. Tradisi ini dilakukan oleh dua kelompok klub pemuda adat dari dua
dusun yaitu Tuban Geria dan Pesalakan di Tuban. Mereka menyerang satu sama lain
dengan menggunakan bara serat kelapa. Aksi magis ini dilakukan sebagai bagian
dari upacara mulianya di Pura Dalem setempat.
Pelaksanaan tradisi perang api ini melibatkan ratusan pemuda dalam aksi
saling serang dengan cara melempar bara api. Acara ini diselenggarakan setahun
sekali dan merupakan ritual wajib dalam upacara megah. Sebelum ritual dimulai,
perang api pertama kali dimulai dengan penyajian persembahan berupa makanan
atau persembahan berskala kecil, dengan titik-titik keliling kompas. Hal ini
didedikasikan untuk bhuta kala yang datang dari berbagai arah yang akan
menghadiri ritual tersebut.
Ritual api biasanya dimulai di malam
hari, dimana anggota klub pemuda dari dua dusun tersebut telah dirakit, yaitu
Tuban Geria dan Pesalakan. Siapapun bisa terlibat dalam ibadah kebaktian atau
ngayah. Namun, tidak diizinkan melakukan balas dendam dalam perang api ini.
Pantang dalam perang api adalah orang tidak diperbolehkan mengambil kayu bakar
dari area pemakaman.
Sebuah perang api dilakukan dengan
melemparkan api dari serat kelapa. Dalam game ini, anak laki-laki akan berbaur
dan para pemain saling melempar satu sama lain atau saling menyerang. Perang
api adalah permainan suci atau ritual. Tokoh masyarakat masih mengawasi dengan
seksama permainan ritual ini. Game ini pada khususnya tidak memiliki aturan
standar. Terkadang para pemuda bermain dengan cara mereka sendiri yaitu dengan
menggedor serat kelapa ke yang dibawa oleh pemain lain sehingga memicu api
seperti kembang api. Ritual ini melambangkan dunia psikis atau benda yang
berada di luar logika manusia yaitu bhuta kala yang melepaskan kekuatannya
dalam bentuk api Ludra untuk dipresentasikan sebagai pengabdian kepada Bhatara
Dalem.
Selain itu, ia juga melambangkan
kekuatan supranatural yang diyakini menyeimbangkan lingkungan, sehingga
kekuatan besar bisa disalurkan menjadi kekuatan positif yang bermanfaat bagi keseimbangan
alami alam fisik dan psikis.
Setelah melakukan ritual dalam perang api, semua pemain diberi penglukatan
(self-purification) dan tidak diijinkan untuk melakukan balas dendam apapun.
Setelah pertandingan selesai, semua peserta yang terlibat dalam permainan
tersebut mengucapkan doa bersama kepada para dewa yang tinggal di Kuil Dalem
untuk mendapatkan keamanan. Logikanya, game ini bisa dianggap memberikan
hiburan dan rasa integritas untuk mendukung pemuja atau pengempon. Keimanan dan
persaudaraan kedua dusun semakin kuat. Prosesi ini menghadirkan sistem
kepercayaan yang memberi kita pemahaman untuk bersama-sama menjaga keseimbangan
alam fisik dan psikis.
3. Hasil Terjemahan Versi Saya
Tradisi
Perang Api di Tuban Melambangkan Kekuatan Ajaib
Bali memang memiliki
tradisi dan budaya yang tak pernah ada habisnya. Seperti yang dilakukan oleh
warga desa ada Tuban, Kuta, mereka menjalankan ritual yang diwariskan oleh
nenek moyang mereka dari generasi ke generasi yang dikenal dengan siat geni
atau perang api. Tradisi ini dilakukan oleh dua kelompok pemuda adat dari dua
dusun yang bernama Tuban Geria dan Pesalakan. Mereka menyerang satu sama lain
dengan menggunakan bara api dari serat kelapa. Aksi magis ini ditampilkan
sebagai bagian dari upacara besar-besaran di Pura Dalem.
Pelaksanaan dari
tradisi perang api ini melibatkan ratusan pemuda dalam aksi saling serang
dengan cara melemparkan bara api. Acara ini diselenggarakan satu tahun sekali
dan merupakan ritual wajib dari upacara besar-besaran ini. Sebelum ritual
dimulai, pertama-tama perang api dimulai dengan penyajian persembahan berupa
makanan atau persembahan-persembahan yang berskala kecil, dengan mengelilingi
arah mata angin. Hal ini dipersembahkan untuk bhuta kala yang datang dari
berbagai arah yang akan menghadiri ritual tersebut.
Biasanya ritual perang
api dimulai pada malam hari, dimana anggota klub pemuda dari dua dusun yang
bernama Tuban Geria dan Pesalakan telah dikumpulkan. Siapapun dapat terlibat
dalam kebaktian keagamaan atau ngayah ini. Tetapi dalam perang api ini tidak
diizinkan untuk membalas dendam. Pantangan yang ada dalam perang api ini adalah
orang tidak diizinkan untuk mengambil kayu bakar dari area pemakaman.
Ritual perang api
dilakukan dengan melemparkan api dari serat kelapa. Dalam permainan ini, anak
laki-laki akan berkumpul dan para pemain akan melempar atau menyerang satu sama
lain. Perang api adalah sebuah ritual atau permainan yang suci. Tokoh
masyarakat akan tetap mengawasi dengan seksama permainan ritual ini. Pada
umumnya permainan ini tidak memiliki aturan standar. Terkadang para pemuda
bermain dengan cara mereka sendiri yaitu dengan memukulkan serat kelapa mereka
ke serat kelapa yang dibawa oleh pemain lain sehingga mengeluarkan api seperti
kembang api. Ritual ini melambangkan dunia psikis atau benda yang berada di
luar logika manusia yaitu bhuta kala yang melepaskan kekuatannya dalam bentuk
api Ludra untuk dipresentasikan sebagai pengabdian kepada Bhatara Dalem.
Selain itu, ritual
ini juga melambangkan kekuatan supranatural yang diyakini menyeimbangkan
lingkungan, sehingga kekuatan yang besar bisa disalurkan menjadi kekuatan
positif yang bermanfaat bagi keseimbangan alami dari alam fisik.
Setelah melakukan
ritual perang api semua pemain diberikan penglukatan (pemurnian diri) dan tidak
diizinkan untuk melakukan pembalasan dendam apapun. Setelah permainan selesai,
semua peserta yang terlibat dalam permainan akan memanjatkan doa bersama kepada
para dewa yang tinggal di Kuil Dalem untuk memperoleh keamanan. Secara logika,
permainan ini dianggap bisa memberikan hiburan dan rasa integritas untuk
mendukung pemuja atau pengempon. Keimanan dan persaudaraan antar kedua dusuk
akan semakin kuat. Prosesi ini merupakan sistem kepercayaan yang memberi kita
pemahaman untuk bersama-sama menjaga keseimbangan alam fisik.