Minggu, 18 Maret 2018

A Differentiation of Translation's Output

1. Artikel Asli
 

Indeed Bali has inexhaustible traditions and cultures. As carried out by Tuban customary village, Kuta, they perform a ritual handed down from ancestors through generations known as siat geni or fire war. This tradition is undertaken by two groups of customary youth club from two hamlets namely the Tuban Geria and Pesalakan in Tuban. They attack each other by using embers of coconut fiber. This magical action is performed as part of the grandiose ceremony at local Dalem Temple.
Implementation of this fire war tradition involves hundreds of youths in mutual attack action by throwing embers. It is held once a year and poses an obligatory ritual in a grandiose ceremony. Before the ritual begins, the fire war is first commenced with presentation of offerings in the form of food or small-scale offerings, by circumnavigating points of the compass. It is dedicated to bhuta kala coming from different directions that will attend the ritual.
Fire war ritual generally starts in the evening, where the youth club members from two hamlets has been assembled, namely the Tuban Geria and Pesalakan. Anyone can get involved in the devotional service or ngayah. However, it is not permitted to have revenge in this fire war. Abstinence in the fire war is that people are not allowed to take firewood from cemetery area.
A fire war is performed by throwing fire of coconut fibers. In this game, boys will mingle and the players throw each other or attack each other. Fire war is a sacred game or ritual. Community leaders are still closely supervising this ritual game. This game in particular does not have any standard rules. Sometimes the youths are playing in their own way namely by banging coconut fibers to the ones carried by other players so that sparks a fire like fireworks. This ritual symbolizes the psychical realm or thing of beyond human logic namely the bhuta kala that releases its power in the form of Ludra’s fire to be presented as devotion to Bhatara Dalem.
Besides, it also symbolizes supernatural forces believed to balance the environment, so that the great strength can be channeled into a positive force that is beneficial to natural balance of the physical and psychical realm.
Having performed the ritual in the fire war, all the players are given penglukatan (self-purification) and not allowed to keep any revenge. After the game finishes, all the participants getting involved in the games are saying prayers together to deities abiding at Dalem Temple for safety. Logically, this game can be considered to provide entertainment and a sense of integrity for supporting devotees or pengempon. Vivacity and brotherhood of both hamlets are getting stronger. This procession poses a system of belief that gives us an understanding to jointly maintain the balance of physical and psychical realms.



2. Hasil Terjemahan Menggunakan Google Translate
 
Tradisi Perang Api Tuban Melambangkan Kekuatan Ajaib

Memang Bali memiliki tradisi dan budaya yang tak ada habisnya. Seperti yang dilakukan oleh desa adat Tuban, Kuta, mereka melakukan ritual yang diturunkan dari nenek moyang dari generasi ke generasi yang dikenal dengan siat geni atau perang api. Tradisi ini dilakukan oleh dua kelompok klub pemuda adat dari dua dusun yaitu Tuban Geria dan Pesalakan di Tuban. Mereka menyerang satu sama lain dengan menggunakan bara serat kelapa. Aksi magis ini dilakukan sebagai bagian dari upacara mulianya di Pura Dalem setempat.
Pelaksanaan tradisi perang api ini melibatkan ratusan pemuda dalam aksi saling serang dengan cara melempar bara api. Acara ini diselenggarakan setahun sekali dan merupakan ritual wajib dalam upacara megah. Sebelum ritual dimulai, perang api pertama kali dimulai dengan penyajian persembahan berupa makanan atau persembahan berskala kecil, dengan titik-titik keliling kompas. Hal ini didedikasikan untuk bhuta kala yang datang dari berbagai arah yang akan menghadiri ritual tersebut.
Ritual api biasanya dimulai di malam hari, dimana anggota klub pemuda dari dua dusun tersebut telah dirakit, yaitu Tuban Geria dan Pesalakan. Siapapun bisa terlibat dalam ibadah kebaktian atau ngayah. Namun, tidak diizinkan melakukan balas dendam dalam perang api ini. Pantang dalam perang api adalah orang tidak diperbolehkan mengambil kayu bakar dari area pemakaman.
Sebuah perang api dilakukan dengan melemparkan api dari serat kelapa. Dalam game ini, anak laki-laki akan berbaur dan para pemain saling melempar satu sama lain atau saling menyerang. Perang api adalah permainan suci atau ritual. Tokoh masyarakat masih mengawasi dengan seksama permainan ritual ini. Game ini pada khususnya tidak memiliki aturan standar. Terkadang para pemuda bermain dengan cara mereka sendiri yaitu dengan menggedor serat kelapa ke yang dibawa oleh pemain lain sehingga memicu api seperti kembang api. Ritual ini melambangkan dunia psikis atau benda yang berada di luar logika manusia yaitu bhuta kala yang melepaskan kekuatannya dalam bentuk api Ludra untuk dipresentasikan sebagai pengabdian kepada Bhatara Dalem.
Selain itu, ia juga melambangkan kekuatan supranatural yang diyakini menyeimbangkan lingkungan, sehingga kekuatan besar bisa disalurkan menjadi kekuatan positif yang bermanfaat bagi keseimbangan alami alam fisik dan psikis.
Setelah melakukan ritual dalam perang api, semua pemain diberi penglukatan (self-purification) dan tidak diijinkan untuk melakukan balas dendam apapun. Setelah pertandingan selesai, semua peserta yang terlibat dalam permainan tersebut mengucapkan doa bersama kepada para dewa yang tinggal di Kuil Dalem untuk mendapatkan keamanan. Logikanya, game ini bisa dianggap memberikan hiburan dan rasa integritas untuk mendukung pemuja atau pengempon. Keimanan dan persaudaraan kedua dusun semakin kuat. Prosesi ini menghadirkan sistem kepercayaan yang memberi kita pemahaman untuk bersama-sama menjaga keseimbangan alam fisik dan psikis.


3. Hasil Terjemahan Versi Saya
 
Tradisi Perang Api di Tuban Melambangkan Kekuatan Ajaib

Bali memang memiliki tradisi dan budaya yang tak pernah ada habisnya. Seperti yang dilakukan oleh warga desa ada Tuban, Kuta, mereka menjalankan ritual yang diwariskan oleh nenek moyang mereka dari generasi ke generasi yang dikenal dengan siat geni atau perang api. Tradisi ini dilakukan oleh dua kelompok pemuda adat dari dua dusun yang bernama Tuban Geria dan Pesalakan. Mereka menyerang satu sama lain dengan menggunakan bara api dari serat kelapa. Aksi magis ini ditampilkan sebagai bagian dari upacara besar-besaran di Pura Dalem.
Pelaksanaan dari tradisi perang api ini melibatkan ratusan pemuda dalam aksi saling serang dengan cara melemparkan bara api. Acara ini diselenggarakan satu tahun sekali dan merupakan ritual wajib dari upacara besar-besaran ini. Sebelum ritual dimulai, pertama-tama perang api dimulai dengan penyajian persembahan berupa makanan atau persembahan-persembahan yang berskala kecil, dengan mengelilingi arah mata angin. Hal ini dipersembahkan untuk bhuta kala yang datang dari berbagai arah yang akan menghadiri ritual tersebut.
Biasanya ritual perang api dimulai pada malam hari, dimana anggota klub pemuda dari dua dusun yang bernama Tuban Geria dan Pesalakan telah dikumpulkan. Siapapun dapat terlibat dalam kebaktian keagamaan atau ngayah ini. Tetapi dalam perang api ini tidak diizinkan untuk membalas dendam. Pantangan yang ada dalam perang api ini adalah orang tidak diizinkan untuk mengambil kayu bakar dari area pemakaman.
Ritual perang api dilakukan dengan melemparkan api dari serat kelapa. Dalam permainan ini, anak laki-laki akan berkumpul dan para pemain akan melempar atau menyerang satu sama lain. Perang api adalah sebuah ritual atau permainan yang suci. Tokoh masyarakat akan tetap mengawasi dengan seksama permainan ritual ini. Pada umumnya permainan ini tidak memiliki aturan standar. Terkadang para pemuda bermain dengan cara mereka sendiri yaitu dengan memukulkan serat kelapa mereka ke serat kelapa yang dibawa oleh pemain lain sehingga mengeluarkan api seperti kembang api. Ritual ini melambangkan dunia psikis atau benda yang berada di luar logika manusia yaitu bhuta kala yang melepaskan kekuatannya dalam bentuk api Ludra untuk dipresentasikan sebagai pengabdian kepada Bhatara Dalem.
Selain itu, ritual ini juga melambangkan kekuatan supranatural yang diyakini menyeimbangkan lingkungan, sehingga kekuatan yang besar bisa disalurkan menjadi kekuatan positif yang bermanfaat bagi keseimbangan alami dari alam fisik.
Setelah melakukan ritual perang api semua pemain diberikan penglukatan (pemurnian diri) dan tidak diizinkan untuk melakukan pembalasan dendam apapun. Setelah permainan selesai, semua peserta yang terlibat dalam permainan akan memanjatkan doa bersama kepada para dewa yang tinggal di Kuil Dalem untuk memperoleh keamanan. Secara logika, permainan ini dianggap bisa memberikan hiburan dan rasa integritas untuk mendukung pemuja atau pengempon. Keimanan dan persaudaraan antar kedua dusuk akan semakin kuat. Prosesi ini merupakan sistem kepercayaan yang memberi kita pemahaman untuk bersama-sama menjaga keseimbangan alam fisik.